IN INDONESIA
By : Marsigit, M. A.
Reviewed by: Umi Baroroh
Pencapaian level intelektual masyarakat dan mensejahterakan masyarakat luas tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang selalu menjadi konsentrasi penting bagi pemerintah Indonesia. Sejak 1968/1969, banyak sistem digunakan untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia yang sudah disiapkan di bawah asumsi bahwa rencana pembelajaran yang objektif dapat diterima secara logika dari nasional dan tujuan yang luas, kemudian hancur menjadi tingkatan yang tepat objek instruksional, dan bahwa pembelajaran dapat dibuat secara individualistik dan ‘bukti-guru’ sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan yang mereka butuhkan dengan sedikit bantuan dari guru.
Saat ini, investigasi pendidikan matematika dan IPA di Indonesia memiliki indikasi bahwa prestasi siswa rendah dalam mata pelajaran matematika dan IPA, sebagai indikasinya adalah hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun demi tahun, baik di sekolah dasar maupun sekolah lanjutan. Penelitian juga mengindikasikan bahwa perbandingan yang tidak cocok antara objek pendidikan, kurikulum, dan evaluasi sistem yang diidentifikasi sebagai berikut: (1) UAN hanya menilai kemampuan kognitif siswa saja; (2) Penerapan kurikulum diferensiasi di SMA dimulai dari kelas 3; hal ini dibantah bahwa implementasi sistem ini lambat dan memperhatikan perbedaan individual secara tidak layak; (3) Sistem ujian masuk perguruan tinggi dianggap memicu guru sekolah dasar dan lanjutan mengaplikasikan orientasi tujuan daripada orientasi proses dalam pengajaran Matematika dan IPA; (4) masih banyak guru yang kesulitan untuk menguraikan silabus; (5) banyaknya topik matematika yang dianggap sulit bagi guru untuk mengajarkannya; (6) banyak siswa yang menganggap topik matematika itu sulit dimengerti; (7) guru menganggap bahwa dirinya masih membutuhkan pembimbing untuk menjalankan proses mengajar dengan menggunakan pendekatan proses kemampuan ilmu pengetahuan.
Mukminan dkk menjelaskan bahwa kurikulum berbasis kompetensi untuk SMP menekankan pada kompetensi siswa; oleh karena itu, pemerintah pusat telah mengembangkan standar nasional untuk mereka. Kompetensi Standar Nasional kemudian dijelaskan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi bahwa kompetensi minimal yang harus ditampilkan oleh siswa, melingkupi kompetensi afektif, kognitif, dan psikomotor. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia telah mengembangkan belajar mengajar kontekstual sebagai salah satu pendekatan untuk mendukung implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; itu bararti bahwa pemerintah mendorong guru untuk mengembangkan keterampilan hidup siswa dengan mengoptimalkan lingkungan untuk mendukung aktivitas siswa.
Kompetensi Standar Nasional matematika untuk Sekolah Menengah Pertama meliputi:
1. Bilangan
- Memahami dan melakukan operasi hitung menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah.
2. Pengukuran dan Geometri
- Memahami dan menggunakan sifat garis, sudut, dua dan tiga dimensi bentuk geometri dalam pemecahan masalah.
- Memahami dan mengidentifikasi sifat dan komponen segitiga dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
- Memahami dan mengidentifikasi sifat dan komponen lingkaran dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
- Mengidentifikasi sifat dan komponen batas non konvek bentuk geometri tiga dimensi.
- Mengidentifikasi sifat dan komponen batas konvek bentuk geometri tiga dimensi.
3. Peluang dan Statistika
- Melaksanakan aktivitas statistika
4. Aljabar
- Memahami, melakukan dan menggunakan operasi aljabar, pertidaksamaan linear satu variabel dan himpunan dalam pemecahan masalah.
- Memahami, melakukan, dan menggunakan operasi, fungsi, persamaan garis, dan sistem persamaan dalam pemecahan masalah.
- Melakukan operasi dengan menggunakan pangkat bilangan negatif dan logaritma.
- Mendeskripsikan pola dan deret bilangan dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
- Memahami dan menggunakan persamaan kuadrat dalam pemecahan masalah.
0 komentar:
Posting Komentar