Filsafat pendidikan matematika terdiri dari kata filsafat dan pendidikan matematika. Bukan terdiri dari kata filsafat, pendidikan, dan matematika. Pendidikan matematika sebaiknya menjadi satu-kesatuan. Hal ini disebabkan tidak sederhananya menggabungkan kata pendidikan dan matematika karena akan menimbulkan masalah. Sebaiknya komprehensif antara pendidikan dan metematika, sehingga terbentuklah pendidikan matematika. Berbicara mengenai filsafat pendidikan matematika dapat diartikan filsafat di depan kata pendidikan matematika. Secara substansi, penempatan kata filsafat bisa ditempatkan di tengah, awal atau akhir. Analog merupakan alat untuk berfilsafat. Jadi berfilsafat menggunakan bahasa analog. Analognya, filsafat bisa ditempatkan di depan kata yang lain. Misalnya, filsafat matematika, filsafat pendidikan amtematika, filsafat sains, filsafat pendidikan sains, filsafat seni, filsafat olahraga, filsafat politik, filsafat hidup, filsafat mati, dan seterusnya. Filsafat bisa diletakkan di depan kata apel. Seperti halnya dunia, yang bisa diletakkan di depan kata apapun, misalnya dunia kerja, dunia malam, dunia siang, dunia anak, dunia orang tua, dunia percintaan, dunia KKN-PPL, dan seterusnya. Apapun yang kita katakan bisa ditambahkan kata dunia di depan kata tersebut.
Oleh karena itu, logika elementer
orang awam, kita urusi dulu filsafatnya, baru nanti akan mengenai pendidikan
matematikanya. Kalau sudah berbicara mengenai filsafat, maka berbicara dunia
pendidikan matematika sangat gampang. Ada asumsi atau anggapan dasar yang dipakai
untuk tempat berpijak. Asumsi tersebut harus dipilah-pilah. Ada yang bersifat
kontradiksi atau bertentangan. Asumsi adalah melihat fakta tentang kondisi
faktual kita sendiri. Kita sekarang sedang melakukan perjalanan yang kencang.
Ibarat seorang pelari sedang berlari kencang, ibarat sebuah motor sedang
ngebut, ibarat kereta sedang berjalan kencang.
Usia kita sekarang sekitar 20, 21 dan 22. Dalam
banyak hal, kita masih berusaha dengan keras untuk memperolah fakta atau
keadaan yang mewujudkan cita-cita dan kita dalam keadaan tertentu yang masih
bersifat potensi. Misal, kita disini sebagai calon guru, berarti potensi
menjadi guru. Bagi yang laki-laki berpotensi menjadi suami karena sekarang
masih menjadi calon suami. Sedangkan Pak Marsigit sudah bukan potensi lagi,
tetapi sudah menjadi fakta bahwa beliau sudah memiliki cucu, meskipun dalam hal
ini tetap memiliki potensi mempunyai cucu lagi.
Filsafat itu bebas dan merdeka
dari motif atau tekanan. Dalam setiap kesempitan, pasti ada solusi. Asumsi ini
yang merupakan tata cara atau metode. Rasa ingin tahu orang muda masih besar
layaknya balita yang baru mengenal dunia luar. Yang mencoba mengenali dunia
luar dengan mengulum setiap benda yang dipegangnya. Maka menjadi bahaya ketika
orang dewasa masih berfikir seperti balita. Misalnya, orang tua yang ditagih
hutang, menanyakan artinya depkolektor, menanyakan hakikat hutang, menanyakan
saya di atas bumi atau tidak, dst.
Sangat menyedihkan ketika kita
berfilsafat tapi hidupnya menjadi kacau balau. Di dalam kesempitan selalu
mengandung kelapangan, di dalam kesusahan pasti ada kemudahan. Setiap persoalan
pasti mengandung solusi. Asumsi juga merupakan tata cara. Kita akan belajar mengenai
objek. Pak Marsigit akan menunjukkan bahwa filsafat bisa berdiri atas apa saja.
Faktanya bagaimanapun juga kita sudah bisa dikatakan sebagai orang dewasa
walaupun klasifikasi logika berpikir masih bisa diturunkan atau dinaikkan di
atas anak-anak. Misalnya, dari sisi rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu tidak
hanya dimiliki oleh seorang baik. Kita yang dewasa, kakek-kakek seperti Pak
Marsigit pun memiliki rasa ingin tahu. Sampai orang yang akan meninggal dunia
pun memiliki rasa ingin tahu. Misal, bagaimana rasanya bertemu malaikat.
Bagaimana rasanya ditanya malaikat. Metodenya yang bermacam-macam. Ada metode
orang tua, anak-anak, bayi. Misal bayi mengulum benda-benda untuk mengenal
dunia luar. Dan demikian seterusnya.
0 komentar:
Posting Komentar