Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang
pendidikan, yakni sejak anak berada di Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, bahkan Perguruan Tinggi. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya ilmu matematika. Matematika juga merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
dalam memajukan berbagai disiplin ilmu. Salah satu tujuan dari mempelajari
matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan
matematis. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah matematika mengajari kita
untuk terbiasa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Herman,
mempelajari matematika memerlukan cara tersendiri karena sifatnya khas yaitu abstrak, konsisten,
hierarki, dan berpikir deduktif (1988: 3). Dengan mengetahui kekhasan matematika
dan karakteristik siswa, guru dapat mengupayakan cara-cara yang sesuai dalam
kegiatan pembelajarannya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai, baik dari
segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Peran seorang guru sangat penting
dalam hal ini. Guru harus bisa menciptakan suasana belajar mengajar yang
menarik dan dapat dipahami siswa dengan baik sehingga matematika menjadi mata
pelajaran yang diminati dan dikuasai oleh siswa. Bukan menjadi momok yang menakutkan karena
sulit dipahami.
Sesuai dengan Standar
Isi untuk SMP, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Sehingga, pengetahuan matematika yang siswa peroleh dapat
diterapkan langsung dalam kehidupan. Guru hendaknya memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi atau menggunakan media pembelajaran/ alat peraga, agar
siswa terbantu dalam memahami materi yang disampaikan. Pembelajaran akan lebih
menyenangkan kalau siswa menjadi pembelajar yang aktif, bukan didominasi oleh
guru saja.
Guru dapat
melakukan berbagai cara agar siswa memahami materi dengan baik. Guru juga perlu
mengadakan evaluasi belajar kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana para
siswa memahami topik yang dipelajari. Sehingga, dapat ditentukan apakah perlu
dilakukan tindak lanjut dengan remidi individual atau remidi klasikal,
tergantung hasil evaluasi yang diperoleh.
Di dalam Standar
Isi disebutkan pula bahwa mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan
SMP/MTs meliputi aspek Bilangan, Aljabar, Geometri dan Pengukuran, serta
Statistika dan Peluang. Keempat aspek ini dijabarkan dalam Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Matematika, SK pertama yaitu memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan
dan penggunaannya dalam pemecahan masalah, dengan KD pertama yaitu melakukan
operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta KD kedua menggunakan
sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan pecahan dalam pemecahan masalah.
Dari
pengalaman selama PPL di SMP 1 Depok Sleman, hasil belajar matematika siswa kelas VII C pada sub pokok
bahasan Operasi Hitung Campuran pada Bilangan Bulat masih rendah, 45% dari banyaknya sisw atau 15 siswa belum mencapai
nilai standar ketuntasan belajar. Penyebabnya ada dua kemungkinan yaitu
kurangnya ketelitian dalam mengerjakan soal atau kurangnya pemahaman konsep
yang dikuasai siswa. Penulis memilih masalah ini karena operasi hitung campuran
pada bilangan bulat erat kaitannya
dengan materi-materi selanjutnya sehingga masalah ini perlu diselesaikan lebih
lanjut.
B. PEMBAHASAN
Bilangan
merupakan kebutuhan yang mendasar yang tak terlepas dari kehidupan manusia
karena dengan menggunakan bilangan manusia dapat menyebutkan banyak, sedikit,
kurang, sama, atau tambah, serta dapat
memberikan harga atau nilai barang pada
transaksi sehari-hari (Realin Setiamihardja, 2007). Pada setiap jenjang pendidikan,
materi bilangan menjadi materi yang selalu diajarkan pada siswa, meskipun
dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Misalnya, di Sekolah Dasar, siswa
hanya mempelajari operasi-operasi pada bilangan yang sederhana. Bilangan
pecahan yang dipelajari pun masih sederhana. Ketika di SMP, siswa kembali
mempelajari materi bilangan, yaitu bilangan bulat dan pecahan, tetapi lebih
rumit dibandingkan ketika di SD. Di perguruan tinggi, khususnya yang mengambil
jurusan matematika, mempelajari juga ilmu tentang bilangan, yakni bilangan
kompleks. Bagi siswa SMP, dengan memahami sifat-sifat operasi hitung pada
bilangan bulat, siswa mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari
yang berkaitan dengan konsep bilangan. Oleh karena itu, pemahaman siswa tentang
materi yang dipelajari menjadi hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh
setiap pendidik sebagai bukti tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran matematika, para pendidik atau guru dituntut untuk selalu meningkatkan diri baik
dalam pengetahuan matematika maupun pengelolaan proses belajar mengajar
(Rachmadi, 2008: 1). Hal ini bertujuan agar siswa mampu memahami materi dengan
baik sehingga mereka dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari. Guru hendaknya memahami karakter dan kemampuan setiap peserta
didiknya. Hal ini penting untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap
materi yang telah disampaikan. Sikap dan perangai siswa di kelas dan di luar
kelas pun perlu perlu menjadi perhatikan
guru untuk membantu mengidentifikasi
penyebab jika siswa mengalami kesulitan belajar matematika.
Pada suatu
kelas, keragaman kemampuan intelektual, dalam hal ini kemampuan memahami materi
matematika setiap siswa berbeda-beda, sehingga guru perlu menentukan strategi
mengajar yang sesuai dengan karakteristik siswanya. Rachmadi
(2008: 1) menyatakan bahwa kemampuan intelektual siswa meliputi kemampuan untuk
mengingat kembali, memahami, menginterpretasi informasi, memahami makna
simbol dan memanipulasinya, mengabstraksi, menggeneralisasi, menalar,
memecahkan masalah, dan masih banyak lagi. Segala aspek yang menunjang
pembelajaran seperti media pembelajaran, situasi kelas, sumber belajar dan
metode pembelajaran disesuaikan dengan keadaan kelasnya. Guru dapat menerapkan
metode mengajar yang berbeda-beda sesuai dengan topik yang akan dibahas.
Berdasarkan
pengalaman PPL di kelas VII C SMP 1 Depok, hasil belajar siswa pada materi operasi-operasi
pada bilangan bulat, seperti operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian masih tergolong tinggi karena siswa sudah paham dengan materi-materi
tersebut. Akan tetapi, ketika memasuki materi tentang operasi campuran, hasil
belajarnya menjadi turun drastis. Saat mengerjakan soal-soal tentang
masing-masing operasi hitung, nilai yang diperoleh di atas batas KKM. Berbeda
sekali dengan saat mengerjakan soal tentang operasi campuran. Hal ini bisa
terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, siswa belum paham tentang konsep
operasi hitung campuran pada bilangan bulat. Kemungkinan kedua adalah kurangnya
ketelitian siswa saat mengerjakan soal. Upaya yang dilakukan oleh penulis untuk
mengatasi permasalahan ini adalah dengan memperbanyak latihan soal dan
menjelaskan kembali materi tentang oprasi hitung campuran pada bilanagn bulat. Sejauh
ini penulis belum banyak menerapkan metode lain untuk memperbaiki hasil belajar
siswa yang masih rendah.
Secara umum, ada
beberapa sumber atau faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitas belajar.
Sumber itu dapat berasal dari dalam diri siswa sendiri maupun dari luar diri
siswa. Dari luar diri siswa, kesulitan bisa berasal dari keluarga, misalnya
pendidikan orang tua, hubungan dengan keluarga, keteladanan keluarga, keadaan
lingkungan dan masyarakat, dan sebagainya. Menurut Rachmadi, kesulitan belajar
tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan di bawah rata-rata, tetapi
dialami oleh siswa dengan tingkat kemampuan manapun atau kelompok manapun. Hal
ini terbukti pada siswa kelas VII yang saya ajar. Pada materi awal, nilai yang
diperoleh siswa di atas 75, bahkan ada yang mencapai 100, tetapi setelah
memasuki materi operasi campuran, siswa tersebut hanya memperoleh nilai 40. Hal
ini juga dialami oleh siswa lainnya.
Tingkat dan jenis kesulitan pun beragam.
Pengelompokan sumber kesulitan berdasarkan lima faktor sebagai berikut.
1.
Faktor Fisiologis
Kesulitan belajar siswa dapat ditimbulkan oleh faktor fisiologis.
Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kenyataan bahwa persentase kesulitan
belajar siswa yang mempunyai gangguan penglihatan lebih dari pada yang tidak mengalaminya. Demikian pula kesulitan
siswa yang mempunyai gangguan pendengaran lebih banyak dibandingkan dengan yang
tidak mengalaminya. Hal yang dapat dilakukan guru adalah memberikan kesempatan
kepada siswa yang mengalami gangguan dalam penglihatan atau pendengaran
tersebut untuk duduk lebih dekat ke meja guru.
Berdasarkan pengamatan penulis saat mengajar di kelas VII C, ada
beberapa siswa yang memang mengalami gangguan penglihatan, tetapi tetap duduk
di belakang, sehingga hal ini mempengaruhi penglihatannya yang kurang jelas
saat melihat papan tulis. Selang beberapa pekan kemudian, ada siswa yang mengenakan
kaca mata karena baru diketahui kalau matanya memang bermasalah. Akan tetapi,
siswa lain yang juga mengalami kesulitan saat melihat ke papan tulis tidak mau
memeriksakan keadaan matanya ke dokter dengan alasan sakit minusnya masih
sedikit dan dia masih kecil sehingga tidak pantas kalau memakai kacamata.
2.
Faktor sosial
Jika sepulang dari sekolah seorang siswa senantiasa ditanya
ibunya tentang keadaan kegiatan belajarnya di sekolah, kemudian memberikan
dorongan positif atas kekurangberhasilan atau keberhasilan anaknya, maka
perhatian ibu itu akan dapat mendorong siswa untuk senantiasa berusaha belajar.
Tetapi jika seorang ayah sering mengatakan: “Saya dulu tidak pernah memperoleh
nilai hitam dalam ilmu pasti (matematika), tetapi toh berhasil juga menjadi
’orang’, kaya lagi!” maka hal tersebut merupakan ungkapan yang dapat menurunkan
motivasi siswa belajar matematika. Hubungan orang tua dengan anak, dan tingkat
kepedulian orang tua tentang masalah belajarnya di sekolah, merupakan faktor
yang dapat memberikan kemudahan, atau sebaliknya menjadi faktor kendala bahkan
penambah kesulitan belajar siswa. Termasuk dapat memberikan kemudahan antara
lain: kasih sayang, pengertian, dan perhatian atau kepedulian (misalnya
“menyertai” anaknya belajar, dan tersedianya tempat belajar yang kondusif.
3.
Faktor Emosional
Siswa yang sering gagal
dalam matematika lebih mudah berpikir tidak rasional, takut, cemas, benci pada
matematika. Jika demikian maka hambatan itu dapat “melekat” pada diri
anak/siswa. Masalah siswa yang termasuk dalam faktor emosional dapat disebabkan
oleh:
a. Obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, ekstasi, dan obat
lain yang sejenis.
b. Kurang tidur.
c. Diet yang tidak tepat.
d.
Hubungan yang renggang
dengan teman terdekat.
e.
Masalah tekanan dari
situasi keluarganya di rumah.
4.
Faktor Intelektual
Siswa yang mengalami
kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil
dalam menguasai konsep, prinsip, atau algoritma, walaupun telah berusaha
mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi,
berpikir deduktif dan mengingat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya
akan selalu merasa bahwa matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya juga
mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan atau soal cerita. Ada juga
siswa yang kesulitannya terbatas dalam materi tertentu, tetapi merasa mudah
dalam materi lain. Seperti yang dialami siswa VII C SMP N 1 Depok. Siswa
kesulitan saat mempelajari materi operasi campuran. Hal ini mungkin disebabkan
karena kurang telitinya siswa terhadap konsep-konsep yang seharusnya digunakan
dalam menyelesaikan operasi campuran, misalnya jika ada operasi pembagian dan
pengurangan, yang ia kerjakan dulu adalah pengurangannya, padahal seharusnya
pembagiannya dulu, sehingga jawaban yang diperoleh tidak tepat.
5. Faktor Pedagogis
Di antara penyebab kesulitan belajar siswa yang sering dijumpai
adalah faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi.
Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa,
guru langsung masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam
pemahaman, guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian
melanjutkan lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini
berlangsung dan bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan
muncul kesulitan umum yaitu kebingungan karena tidak terstrukturnya bahan ajar
yang mendukung tercapainya suatu kompetensi.
Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi
dalam pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa
dalam belajar siswa. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel
berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi adanya
beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka guru perlu
introspeksi pada sistem pembelajaran yang dijalankannya.
Kelima
hal tersebut perlu menjadi perhatian bagi guru dalam rangka menganalisis
penyebab kesulitan belajar yang dialami peserta didiknya. Selain mengetahui
penyebab kesulitan belajar siswa, guru juga perlu untuk mengubah metode
mengajar yang dilakukan. Misalnya dengan metode pemecahan masalah Polya.
Penelitia yang relevan dengan masalah ini adalah penelitian dari Muhammad
Nabil, yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Operasi
Hitung Campuran Melalui Metode Pemecahan Masalah Polya pada Siswa Kelas III MIN
Bulusari Gempol Pasuruan. Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa dalam
pembelajaran matematika khususnya tentang operasi hitung campuran diterapkan
metode pemecahan masalah Polya dimana siswa didorong dan diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi
suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya sehingga
siswa tertarik, senang, aktif dan tidak bosan dalam mengikuti pelaksanaan pembelajaran
matematika.
Menurut Subakri,
ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengajarkan materi bilangan
bulat. Metode tersebut antara lain :
1.
Metode Garis Bilangan
Untuk
metode ini memang pas untuk bilangan yang kecil. Namun untuk bilangan yang
besar siswa akan kesulitan memahaminya. Kelemahan yang kedua, jika soal
melebihi tiga operasi hitung akan membuat siswa kebingungan. kelemahan
terakhir, tidak hemat waktu, media, dan tempat.
2.
Metode Pola Bilangan
Metode
pola bilangan hanya sekedar untuk menanamkan konsep saja. Hal ini ternyata
menambah rumit bagi anak-anak golongan slower (kemampuan rendah). Mereka akan
semakin mengalami kesulitan saat bilangannya besar. Karena pola yang kita
berikan berkisar angka kecil saja.
3.
Metode Cerita
Metode ini biasanya
mengibaratkan bilangan negative ( - ) adalah hutang, dan bilangan positif ( + ) adalah membayar hutang. Atau
bilangan negative ( - ) adalah kejelekan, dan bilangan positif ( + ) adalah kebaikan. Dengan metode
ini sama saja kita menambah masalah pada soal, karena anak-anak harus
mengerjakan dua masalah. Masalah dalam memecahkan maksud soal (kalimat) dan
memecahakan bentuk operasi bilangannya. Jadi hal ini kurang efektif bagi
anak-anak yang daya nalar dan imajinasinya rendah.
C. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Beberapa
faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar antara lain :
a. Faktor
fisiologis, yakni gangguan fisik yang dialami oleh siswa itu sendiri.
b. Faktor
sosial, yakni dorongan dari keluarga terhadap masalah pendidikan anaknya.
c. Faktor
emosional, yakni keadaan emosi siswa sendiri, misalnya karena dia benci
terhadap matematika.
d. Faktor
intelektual, yakni siswa kurang menguasai konsep, prinsip, dan algoritma
matematika.
e. Faktor
pedagogis, yakni kurang tepatnya guru dalam mengelola pembelajaran.
2.
Saran
Penulis belum
banyak melakukan perbaikan terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar
tersebut. Penulis hanya menyarankan kepada pendidik secara umum untuk
menggunakan metode pembelajaran yang variatif dan membuat siswa waktif, seperti
misalnya dengan metode pemecahan masalah Polya untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi operasi campuran pada bilangan bulat.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP.
2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
dasar dan Menengah. Jakarta.
Hudojo,
Herman. 1988. Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Sugihartono,
dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta
: UNY Press.
Rachmadi
Widdiharto. 2008. Diagnosis Kesulitan
Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta : P4TK
Matematika.
Realin Setiamihardja dan
Kusmiyati. 2007. Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika di
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Nomor 8-Oktober 2007.
M. Subakri. 2011. Metode Kedap-Kedip Menjadikan Bilangan Bulat Lebih Mudah Diselesaikan. Online (http://ayomendidik.wordpress.com/2011/09/14/metode-kedap-kedip-membuat-operasi-bilangan-bulat-lebih-mudah/)
Andi
Nurdiansah. 2010. Pentingnya Belajar
Matematika. Online (http://andinurdiansah.blogspot.com/2010/10/pentingnya-belajar-matematika.html)
0 komentar:
Posting Komentar